[CERBUNG] SOAL RINDU Part 2 || COKELAT PANAS
![]() |
SOAL RINDU Part3 |
.
.
.
Kamu di mana?
“Send!” tak selang beberapa detik ponselku bergetar tanda Whatsapp masuk, buru-buru lihat notif tersebut. Abram, batinku.
Lagi maen voli, jawabnya.
Baru jari tanganku hendak menggelitik layar ponsel untuk membalas pesannya, Abram kembali mengirim pesan.
Tangan gw cidera, bengkak gede masa
Aku melongo membaca pesan tersebut, buru-buru ku balas,
Kok bisa gitu? Sakit gak? Parah gak? Diobatin entar
Satu menit kemudian ia kembali membalas,
Dikit. Tapi bengkak biru gitu. Ntar elu yang ngobatin ya
Aku jadi semakin khawatir, tanpa membalas pesan darinya aku langsung bergegas ke tempat di mana Abram berada. Aku bukan siapa-siapanya tapi aku peduli dengannya, toh ia sendiri yang mengatakan kondisinya saat ini berarti tidak ada salahnya aku cemas dan khawatir sampai menemuinya di tempat olahraganya kan?
Sesampainya di tempat olahraga Abram, aku celingak-celinguk mencari keberadaannya. “Eh Bram, cewek lu kan itu?” terdengar suara laki-laki dan pandanganku tertuju pada gerombolan laki-laki dipinggir lapangan salah satunya Abram. Sedikit risi aslinya, baru pertama kali aku menemui Abram di tempat latihan volinya dan sepertinya ia menyadari rasa maluku hingga Abram berlari menghampiriku.
“Kok kesini?” tanyanya setelah sampai diposisiku berdiri, tangannya memegang tanganku.
Tatapku sendu seperti ingin menangis. “Khawatir,” jawabku lirih dan sukses saja membuat Abram merangkulku sambil mencubit hidungku.
“Manja banget sih bikin gemes! Yuk nyari tempat sepi.”
“Idih!” Ia terkekeh dan segera membawaku ke gerombolan teman-temannya.
“Wedeh.. gercep banget lu Bram!”
“Pacar baru nih?”
“Yang ini rupanya? Lebih cantik inilah Bram!” satu persatu dari mereka saling sahut-sahutan ketika kami datang.
“Banyak bacot lu pada! Udah ah gua cabut sekarang yak! Bye!” setelah mengambil tas ranselnya, Abram langsung membawaku menjauhi gerombolan tersebut yang masih menyuarakan banyak hal tentangku dan Abram.
Sedikit risi memang tapi ada rasa senang dalam diriku ketika teman-temannya mengira aku pacarnya Abram, atau laki-laki itu sendiri yang mengaku telah berpacaran denganku?
“Kenapa ngeliatinnya gitu?” lamunanku buyar ketika jarak wajahku dengannya amat dekat.
Buru-buru ku lepas rangkulan dan menjauhkan badanku darinya. “Bau keringet!” alasanku.
Abram tersenyum bahkan tertawa, “gua suka bau keringet gua.” Ia kembali merangkulku namun dengan sigap aku menjauh, ia pun kembali mencoba merangkulku namun gagal kembali dan pada akhirnya membuatku berlari untuk menghindarinya, tidak sampai di situ Abram pun ikut berlari mengejarku.
“Dan tunggulah aku di sana memecahkan celengan rinduku
Berboncengan denganmu mengelilingi kota
Menikmati surya perlahan menghilang.
Hingga kejamnya waktu menarik paksa kau dari pelukku
Lalu kita kembali menabung rasa rindu
Saling mengirim doa, sampai nanti, Sayangku.”
.
.
.
Tbc
.
Kamu di mana?
“Send!” tak selang beberapa detik ponselku bergetar tanda Whatsapp masuk, buru-buru lihat notif tersebut. Abram, batinku.
Lagi maen voli, jawabnya.
Baru jari tanganku hendak menggelitik layar ponsel untuk membalas pesannya, Abram kembali mengirim pesan.
Tangan gw cidera, bengkak gede masa
Aku melongo membaca pesan tersebut, buru-buru ku balas,
Kok bisa gitu? Sakit gak? Parah gak? Diobatin entar
Satu menit kemudian ia kembali membalas,
Dikit. Tapi bengkak biru gitu. Ntar elu yang ngobatin ya
Aku jadi semakin khawatir, tanpa membalas pesan darinya aku langsung bergegas ke tempat di mana Abram berada. Aku bukan siapa-siapanya tapi aku peduli dengannya, toh ia sendiri yang mengatakan kondisinya saat ini berarti tidak ada salahnya aku cemas dan khawatir sampai menemuinya di tempat olahraganya kan?
Sesampainya di tempat olahraga Abram, aku celingak-celinguk mencari keberadaannya. “Eh Bram, cewek lu kan itu?” terdengar suara laki-laki dan pandanganku tertuju pada gerombolan laki-laki dipinggir lapangan salah satunya Abram. Sedikit risi aslinya, baru pertama kali aku menemui Abram di tempat latihan volinya dan sepertinya ia menyadari rasa maluku hingga Abram berlari menghampiriku.
“Kok kesini?” tanyanya setelah sampai diposisiku berdiri, tangannya memegang tanganku.
Tatapku sendu seperti ingin menangis. “Khawatir,” jawabku lirih dan sukses saja membuat Abram merangkulku sambil mencubit hidungku.
“Manja banget sih bikin gemes! Yuk nyari tempat sepi.”
“Idih!” Ia terkekeh dan segera membawaku ke gerombolan teman-temannya.
“Wedeh.. gercep banget lu Bram!”
“Pacar baru nih?”
“Yang ini rupanya? Lebih cantik inilah Bram!” satu persatu dari mereka saling sahut-sahutan ketika kami datang.
“Banyak bacot lu pada! Udah ah gua cabut sekarang yak! Bye!” setelah mengambil tas ranselnya, Abram langsung membawaku menjauhi gerombolan tersebut yang masih menyuarakan banyak hal tentangku dan Abram.
Sedikit risi memang tapi ada rasa senang dalam diriku ketika teman-temannya mengira aku pacarnya Abram, atau laki-laki itu sendiri yang mengaku telah berpacaran denganku?
“Kenapa ngeliatinnya gitu?” lamunanku buyar ketika jarak wajahku dengannya amat dekat.
Buru-buru ku lepas rangkulan dan menjauhkan badanku darinya. “Bau keringet!” alasanku.
Abram tersenyum bahkan tertawa, “gua suka bau keringet gua.” Ia kembali merangkulku namun dengan sigap aku menjauh, ia pun kembali mencoba merangkulku namun gagal kembali dan pada akhirnya membuatku berlari untuk menghindarinya, tidak sampai di situ Abram pun ikut berlari mengejarku.
“Dan tunggulah aku di sana memecahkan celengan rinduku
Berboncengan denganmu mengelilingi kota
Menikmati surya perlahan menghilang.
Hingga kejamnya waktu menarik paksa kau dari pelukku
Lalu kita kembali menabung rasa rindu
Saling mengirim doa, sampai nanti, Sayangku.”
.
.
.
Tbc
Comments
Post a Comment