[CERITA NADINE FARADINA] SEBUNGKUS ROTI COKELAT || COKELAT PANAS

 Tring! Tring! T--

Aku menggeliat dengan kedua kaki sibuk mencari selimut yang entah sudah pergi kemana. Kedua bola mataku terbuka perlahan. "Eh!" Sedetik setelahnya kududukan tubuhku di atas kasur. Buru-buru kuambil ponsel yang tergeletak di sebelah bantal. Senyumku merekah ketika layar ponsel kunyalakan. "Selamat ulang tahun Nadine Faradina," ungkapku lirih.

Ucapan selamat pada diri sendiri memang sangat penting. Menjadikan diriku orang pertama yang mengucapkan hari kelahiranku adalah satu hal yang menggentarkan hati.

Buru-buru aku bersiap untuk berangkat kerja, di hari ulang tahunku. Ya, umurku kini genap 20 tahun. Hari ini adalah hari pertama dimana aku berkepala dua. Hmm.. ternyata aku sudah setua itu.

"Pagi Oma!" Sapaku ceria ketika melihat oma tengah menyiapkan nasi goreng untuk kami makan pagi ini.

Oma tersenyum, "tumben jam segini udah rapi."

Aku kembali tersenyum, senyum bahagia. Kulirik meja makan yang sudah siap dengan dua porsi nasi goreng. Kutengok kanan kiri, depan belakang mencari sesuatu yang mungkin berbeda. "Oma, nggak ada apa gitu yang spesial?"

"Apa yang spesial Nad? Nasi goreng sosis kan selalu spesial buat Nadine." Jawaban oma tentu saja membuatku menghela napas.

Kukira oma seperti sosok oma yang ada di FTV FTV yang sering kutonton. Sosok oma yang sayang cucu sampai memberikan hadiah spesial atau kejutan heboh untuk cucunya. Ternyata oma ya tetap oma, dirinya yang sudah semakin menua dengan daya ingat yang semakin berkurang.

"Oma, nanti malem jangan tidur dulu ya. Tungguin aku pulang!"

"Kenapa?"

Aku tersenyum, "nggak papa."

•••

"Pagi Mas Dion!" Sapaku amat-sangat ceria ketika memasuki area pantry. Kulihat Dion tengah beberes seperti biasa.

"Seneng amat."

Aku kembali meringis. Pandanganku beralih pada sosok bos muda yang tengah duduk di meja paling pojok, dirinya yang selalu cool tengah menatap layar laptop serius. Bola mataku sontak menyipit penasaran. "Siapa cewek yang sama Pak Adimas?" Tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari dua sosok di kejauhan itu.

"Tunangannya."

"HAH?!!"

"Ngagetin anjir!" Dion membentakku keras.

Kutatap Dion dan orang yang tengah kutatap dari kejauhan bergantian. Apa ini? Jadi selama ini bos muda yang diidam-idamkan para ciwi-ciwi termasuk aku karyawannya ini sudah memiliki kekasih hati? Apa-apaan! Kenapa bisa ia memporak-porandakan hatiku satu tahun belakangan ini?! Ah tidak! Kenapa aku bisa memiliki rasa pada orang seperti Adimas? Ah tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak suka pada orang itu.

"Nggak usah patah hati gitu." Celetukan Dion tentu saja membuatku mengeluarkan ekspresi wajah menjengkelkan.

Aku merenggangkan otot-ototku santai. "Siapa juga yang patah hati? Siapa juga yang naksir doi?!" Ucapku menegaskan sembari berjalan ke ruang loker.

Oke Nadine, masa kejayaanmu telah usai.

•••

"Mbak Je, makan di luar yuk! Aku traktir."

Jeha melepaskan apronnya dan meletakkan di ruang cuci. "Nggak bisa Nad, hari ini hari anniversary 1 tahun aku sama suami tauk!" Jawabannya tentu saja membuatku melotot.

"Astaga! Selamat Mbak Jeha!" Teriakku sembari berlari ke arahnya dan memeluk dirinya erat.

"Aduduh! Nadine! Ih lepas kenapa sih! Lu bauk tauk!" Jeha berusaha melepaskan pelukanku dengan paksa.

Aku meringis, kulepas pelukannya. "Yaudah, seneng-seneng ya sama misua!" Jujur, aku benar-benar tulus memberikan ucapan itu. Rasanya menjadi orang yang tahu hari bahagia seseorang dan memberikannya ucapan selamat adalah point terbesar dalam hidup.

Jeha mengangguk, "iya. Yaudah aku duluan ya Nad! Dah!" Ia meninggalkanku yang masih mematung dengan senyum.

Ternyata tidak ada satu pun orang yang ingat sekarang hari bahagiaku.

Pluk! "Eh?"

"Balik! Udah malem!" Dion berjalan melewatiku sembari melempar sebungkus roti cokelat ke arahku.

Ku ambil roti tersebut, menatapnya dan menatap seniorku yang entah berjalan kemana. Apa?

•••

Jam menunjukkan pukul 20.30 kulangkahkan kakiku lunglai. Pintu rumah belum dikunci. "Assalamualaikum." Tidak ada sahutan, sepertinya oma sudah tidur. "Eh? Oma kenapa tidur di sofa?" Kulihat tubuh rentan oma tertidur di atas sofa.

Ah ingat! Sepertinya oma ingin menepati janjinya untuk menungguku pulang kerja. Aku menghela napas. Aku sendiri pun lupa dengan janji itu dan malah tidak membawa apapun untuk merayakan hari ulang tahunku bersama oma.

"Oma, bangun yuk! Pindah kamar yuk!" Perlahan kubangunkan oma sembari mengelus rambut putihnya yang digulung itu. "Oma..."

Oma menggeliat, "Nadine udah pulang?"

Aku tersenyum sembari mengangguk.

Setelah kuajak oma pindah ke kamar, aku langsung bebersih diri. Jam menunjukkan pukul 23.00. Aku menghela napas. Ternyata aku adalah orang pertama dan terakhir yang mengucapkan selamat ulang tahun pada diriku sendiri.

Kurogoh tas kerjaku dan... "eh?" Sebuah roti. Ah iya, tadi sebelum pulang Dion melemparkan ini padaku. Lagi-lagi aku kembali menghela napas.

Kubuka laci mejaku, mengambil lilin dan korek api. Kubuka sebungkus roti tersebut dan menancapkan lilin di tengahnya, kunyalakan sumbu lilin tersebut.

Cahaya api menyala di dalam kamar. Aku tersenyum, "selamat ulang tahun Nad, semoga diusiamu yang ke 20 tahun ini kamu tidak sendirian lagi, kamu tidak merasa sendirian terus. Bahagia dan selalu ceria ya Nad!" Tanpa sadar air mataku menetes, aku tersenyum. Perlahan kutiup lilin tersebut dan api pun mati.


-Nadine Faradina-

Comments

Popular posts from this blog

[CERBUNG] IBU (GURU) UNTUK ANAK-ANAK KITA Part 1 || COKELAT PANAS

[CERBUNG] IBU (GURU) UNTUK ANAK-ANAK KITA Part 2 || COKELAT PANAS

[CERPEN] KALA ITU 1 || COKELAT PANAS