[CERITA NADINE FARADINA] RUTINITAS || COKELAT PANAS
Nadine Faradina 20th, 2019
Kulangkahkan kaki cepat ketika baru saja turun dari bus kota. Lagi-lagi pagi ini aku kesiangan karena semalam menyelesaikan Cerpen yang deadline nya jam 12 dini hari tadi. Aku selalu menyesali diriku sendiri yang selalu merasa mampu di awal padahal kenyataannya aku tidak mampu di akhir.
"Kring." Suara bel pintu Cafe berbunyi ketika dengan penuh tenaga kubuka. "Mas, absen!" Teriakku berlari menuju pantry sambil melambai tinggi ke arah Dion, kakak seniorku di tempat kerja.
"Kebiasaan," ucapnya sembari menyiapkan finger yang akan aku gunakan untuk absen pagi ini.
"Nit." Suara mesin finger membuatku bernapas lega. "Hampir aja," gumamku lirih sembari menyenderkan tubuh ke tembok.
"Udah sana siap-siap! Pak Adimas nanti dateng ke Kafe." Usai mengatakan hal tersebut, Dion pergi meninggalkanku.
Raden Mas Adimas, begitu namanya. Pak Adimas, ia adalah putra pemilik Cafe ini. Dari 3 bersaudara dan diumurnya yang bisa dibilang muda ia terpilih sebagai penerus pimpinan Cafe besar ini, wajar aja si karena ia lulusan Universitas ternama di Amerika Serikat. Sejujurnya, yang disebut "Pak Adimas" itu belum tua, ia masih berumur 25 tahun dan aku kenal dekat dengannya seperti teman seumuran.
•
Satu tahun sudah aku bekerja di sini, tempat pertama yang membuatku nyaman dan selalu ingin berlama-lama di sini. Kadang waktu jam pulang sudah tiba tapi aku bisa betah berada di sini sampai malam, entah kenapa.
"Nadine, belum pulang?" Suara bass itu membuyarkan lamunanku. Adimas berdiri di depan kursi pengunjung yang sedang kududuki.
Jam menunjukkan pukul 6 sore dan aku memang belum ada niatan untuk kembali ke rumah, bahkan secangkir latte dihadapanku saja belum kusentuh sama sekali. "Abisin kopi terus pulang," jawabku dengan akhiran senyum pepsodent.
Adimas tersenyum, didudukan dirinya di kursi kosong dan menatap kopi dan diriku bergantian. "Nanti dicariin Oma, cepet gih abisin! Nanti kuanter pulang," perintahnya padaku lembut.
Benarkan apa kataku tadi, aku dan Adimas kenal amat dekat bahkan aku merasa ia amat-sangat perhatian padaku. Kadang sikapnya yang terlalu baik membuatku terbawa perasaan dan berharap sesuatu indah terjadi.
-Nadine Faradina-
Comments
Post a Comment